kumpulan makalanh, artikel dalam berbagi kesehatan.blogspot

Kamis, 02 Agustus 2012

KONSEP KELUARGA


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit. Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadpinya. Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia belum memiliki suatu lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur pelayanan keperawatan keluarga secara administratif. Pelayanan keperawatan keluarga saat ini masih di berikan secara sukarela dan belum ada pengaturan terhadap jasa perawatan yang telah di berikan. Tumbuh kembang merupakan aspek yang penting bagi keluarga. Prinsip tumbuh kembang itu sendiri berupa proses yang teratur, berurutan, rapi dan kontinyu maturasi, lingkungan dan faktor genetic. Mempunyai pola yang sama, konsisten dan kronologis, dapat diprediksi, variasi waktu muncul (onset), lama, dan efek dari tiap tahapan tumbuh kembang dancmempunyai ciri yang khas. Sehingga perawat harus mengetahui seluk beluk tumbuh kembang secara utuh, karena itu merupakan dasar dalam melakukan pengkajian untuk mengetahui segala gangguan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan dan untuk memberikan askep yang berkualitas. 1.2 Tujuan • Untuk mengetahui konsep pertumbuhan dan perkembangan manusia. • Untuk mengatahui konsep pada keluarga. • Mengetahui gangguan yang terjadi dalam proses tumbuh kembang. • Mengetahui askep keluarga dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 1. Pengertian a. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. (Bailon dan Maglaya, 1989 dikutip Nasrul Effendy, 1998, hal ; 32 - 33). b. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketegantungan. ( Departemen Kesehatan RI, 1988 dikutip Nasrul Effendy,1998, hal ; 32). Dari kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah : 1) Unit terkecil dari masyarakat 2) Terdiri dari 2 orang atau lebih 3) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah 4) Hidup dalam satu rumah tangga 5) Di bawah asuhan seorang kepala keluarga 6) Berinterkasi diantara sesama anggota keluarga 7) Setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing 8) Menciptakan, mempertahankan suatu budaya 2. Ciri – ciri Struktur Keluarga Menurut Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy 1998 hal 33 dibagi menjadi 3 yaitu : a. Terorganisasi : Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. b. Ada Keterbatasan : Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing – masing. c. Ada perbedaan dan kekhususan : Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing – masing. 3. Tipe Keluarga Menurut Nasrul Effendy (1998) hal 33 – 34 tipe keluarga terdiri dari : a. Keluarga inti (Nuclear Family) Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak. b. Keluarga besar (Extended Family) Adalah keluarga inti di tambah sanak saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya. c. Keluarga berantai (Serial Family) Adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti. d. Keluarga duda atau janda (Single Family) Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. e. Keluarga berkomposisi (Compocite) Adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama. f. Keluarga kabitas (Cahabitation) Adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga. 4. Peran Keluarga Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy 1998, hal 34 adalah sebagai berikut : a. Peran ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. b. Peran ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. c. Peran anak : Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. 4. Fungsi Keluarga Fungsi keluarga menurut Friedman, 1998 hal 100, didefinisikan sebagai hasil atau konsekwensi dari struktur keluarga. Lima fungsi keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji dan mengintervensi keluarga adalah ; a. Fungsi Afektif (Fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan – kebutuhan para anggota keluarga. b. Sosialisai dan Fungsi penempatan sosial : untuk sosialisasi primer anak – anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif, dan juga sebagai penganugrahan status anggota keluarga. c. Fungsi Reproduksi : untuk menjaga kelangsungan keturunan/generasi dan menambah sumber daya manusia, juga untuk kelangsungan hidup masyarakat. d. Fungsi Ekonomis : untuk mengadakan sumber – sumber ekonomi yang memadai dan mengalokasikan sumber – sumber tersebut secara efektif. e. Fungsi Perawat Kesehatan : untuk mengadalan kebutuhan-kebutuhan fisik – pangan, sandang, papan dan perawatan kesehatan. 5. Tugas Kesehatan Keluarga Tugas kesehatan keluarga menurut Nasrul effendy, 1998, hal 42, adalah sebagai berikut : a. Mengenal masalah kesehatan. b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat. e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat. 2.2 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan A. Definisi Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah tertib dan teratur, proses yang dapat diprediksi dari embriyo dan berlanjut sampai meninggal.Pertumbuhan adalah kuantitatif atau aspek yang dapat diukur dari ukuran individual, sedangkan perkembangan adalah kuantitatif atau aspek yang dapat diobservasi dari perubahan progresif pada individual. Kemampuan (progres) melalui fase tertentu dari pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh keturunan dan factor lingkungan. B. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan 2.2.1 Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia 1. Neonatus (lahir – 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1 bulan – 1 tahun) Bayi usia 1-3 bulan : • mengangkat kepala • mengikuti obyek dengan mata • melihat dengan tersenyum • bereaksi terhadap suara atau bunyi • mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak • menahan barang yang dipegangnya • mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh 3. Bayi usia 3-6 bulan : • mengangkat kepala sampai 90° • mengangkat dada dengan bertopang tangan • belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar jangkauannya • menaruh benda-benda di mulutnya, • berusaha memperluas lapang pandang • tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain • mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang 4. Bayi 6-9 bulan : • duduk tanpa dibantu • tengkurap dan berbalik sendiri • merangkak meraih benda atau mendekati seseorang • memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain • memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk • bergembira dengan melempar benda-benda • mengeluarkan kata-kata tanpa arti • mengenal muka anggota keluarga dan takut pada orang lain • mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan 5. Bayi 9-12 bulan : • berdiri sendiri tanpa dibantu • berjalan dengan dituntun • menirukan suara • mengulang bunyi yang didengarnya • belajar menyatakan satu atau dua kata • mengerti perintah sederhana atau larangan • minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya • ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya • berpartisipasi dalam permainan 6. Todler (1-3 tahun) • Peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik. Anak usia 12-18 bulan : • mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah • menyusun 2 atau 3 kotak • dapat mengatakan 5-10 kata • memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing 7. Anak usia 18-24 bulan : • mampu naik turun tangga • menyusun 6 kotak • menunjuk mata dan hidungnya • menyusun dua kata • belajar makan sendiri • menggambar garis di kertas atau pasir • mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil • menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar • memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka 8. Anak usia 2-3 tahun : • anak belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki • membuat jembatan dengan 3 kotak • mampu menyusun kalimat • mempergunakan kata-kata saya • Bertanya • mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya • menggambar lingkaran • bermain dengan anak lain • menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya 9. Pre sekolah (3-6 tahun) Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba pengalaman baru dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat. 10. Anak usia 3-4 tahun: • berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga • berjalan pada jari kaki • belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri • menggambar garis silang • menggambar orang (hanya kepala dan badan) • mengenal 2 atau 3 warna • bicara dengan baik • bertanya bagaimana anak dilahirkan • mendengarkan cerita-cerita • bermain dengan anak lain • menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya • dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana 11. Anak usia 4-5 tahun : • mampu melompat dan menari • menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan • dapat menghitung jari-jarinya • mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita • minat kepada kata baru dan artinya • memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya • membedakan besar dan kecil • menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa. 12. Anak usia 6 tahun: • ketangkasan meningkat • melompat tali • bermain sepeda • menguraikan objek-objek dengan gambar • mengetahui kanan dan kiri • memperlihatkan tempertantrum • mungkin menentang dan tidak sopan 13. Usia sekolah (6-12 tahun) Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik, kognitif dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi. 14. Anak usia 6-7 tahun : • membaca seperti mesin • mengulangi tiga angka mengurut ke belakang • membaca waktu untuk seperempat jam • anak wanita bermain dengan wanita • anak laki-laki bermain dengan laki-laki • cemas terhadap kegagalan • kadang malu atau sedih • peningkatan minat pada bidang spiritual 15. Anak usia 8-9 tahun: • kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat • menggunakan alat-alat seperti palu • peralatan rumah tangga • ketrampilan lebih individual • ingin terlibat dalam segala sesuatu • menyukai kelompok dan mode • mencari teman secara aktif 16. Anak usia 10-12 tahun: • pertambahan tinggi badan lambat • pertambahan berat badan cepat • perubahan tubuh yang berhubungan dengan pubertas mungkin tampak • mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri • memasak, menggergaji, mengecat • menggambar, senang menulis surat atau catatan tertentu • membaca untuk kesenangan atau tujuan tertentu • teman sebaya dan orang tua penting \ • mulai tertarik dengan lawan jenis • sangat tertarik pada bacaan, ilmu pengetahuan 17. Remaja (12-18/20 tahun) • Konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologi • Mencoba nilai-nilai yang berlaku • Pertambahan maksimum pada tinggi,berat badan • Stres meningkat terutama saat terjadi konflik • Anak wanita mulai mendapat haid, tampak lebih gemuk • Berbicara lama di telepon, suasana hati berubah-ubah (emosi labil), kesukaan seksual mulai terlihat • menyesuaikan diri dengan standar kelompok • anak laki-laki lebih menyukai olahraga, anak wanita suka bicara tentang pakaian, make-up • hubungan anak-orang tua mencapai titik terendah, mulai melepaskan diri dari orang tua • takut ditolak oleh teman sebaya • Pada akhir masa remaja : mencapai maturitas fisik, mengejar karir, identitas seksual terbentuk, lebih nyaman dengan diri sendiri, kelompok sebaya kurang begitu penting, emosi lebih terkontrol, membentuk hubungan yang menetap. 7.Dewasa muda (20-40 tahun) • Gaya hidup personal berkembang. • Membina hubungan dengan orang lain • Ada komitmen dan kompetensi •Membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran sebagai orang tua • Individu berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan berpikir rasional meningkat •Pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan kesempatan dalam pekerjaan meningkat. 8. Dewasa menengah (40-65 tahun) • Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti anak meninggalkan rumah •Anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai meninggalkan rumah • Dapat terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis lipatan pada muka, dan lain-lain • waktu untuk bersama lebih banyak • Istri menopause, pria ingin merasakan kehidupan seks dengan cara menikah lagi (dangerous age). 9. Dewasa tua a. Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pensiun (penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat berkembang penyakit kronik. b. Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan peningkatan ketergantungan terhadap orang lain. c. Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan fisik. 2.2.2 Masalah yang Sering Terjadi pada Tahap Tumbuh Kembang 1. Masalah pada anak-anak dari sejak lahir sampai usia 5 tahun. • Sindroma Down • Kerdil • Autis • Gangguan perkembangan bicara 2. Masalah utama anak usia sekolah dan remaja • Penyesuaian diri di sekolah • Bentuk tulang belakang yang abnormal • Penyalahgunaan obat/substansi 3. Masalah pada usia pertengahan orang dewasa • Diabetes • Cacat fisik tubuh • Osteoporosis 4. Masalah utama pada manula • Kerusakan penglihatan • Kerusakan pendengaran 2.2.3 Tugas Keluarga Sesuai dengan Tumbuh Kembang No Tahap Perkembangan Tugas perkembangan 1 Keluarga pemula a. membangun perkawinan yang saling memuaskan b. menghububgkan jaringan persaudaraan secara harminis c. keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua 2 Keluarga sedang mengasuh anak a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap. b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga. c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orangtua dan kakek nenek 3 Keluarga dengan anak usia prasekolah a.Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan b.Mensosialisasikan anak c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak-anak yang lain d.Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga 4 Keluarga dengan anak usia sekolah a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prastasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga 5 Keluarga dengan anak remaja a. Mengembangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak 6 Keluarga melepaskan anak dewasa muda a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan c. Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri 7 Orangtua usia pertengahan a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan b. Mempertahankan hubungan – hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak c. Memperkokoh hubungan perkawinan 8 Keluarga lansia a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun c. Mempertahankan hubungan perkawinan d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan integrasi hidup) BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 1. Data Umum a. Nama kepala keluarga b. umur c. alamat dan telepon d. Pekerjaan kepala keluarga e. Pendidikan kepala keluarga f. Komposisi keluarga dan genogram : Nama / inisial Jenis Kelamin Tanggal lahir/umur Hubungan dengan kepala keluarga Pendidikan Pekerjaan g. Tipe keluarga h. Latar belakang budaya i. Identifikasi religious j. Status ekonomi k. Aktifitas rekreasi/waktu luang 2. Pengkajian Lingkungan a. Karakteristik rumah b. Mobilitas geografis keluarga c. Hubungan keluarga dengan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat. e. Sistem pendukung keluarga. 3. Struktur keluarga. a. Pola komunikasi keluarga. b. Sruktur Kekuatan keluarga. c. Struktur Peran. 4. Fungsi keluarga a. Fungsi Afektif. b. Fungsi Sosialisasi. c. Fungsi ekonumi. 5. Stres dan koping keluarga. a. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor. b. Strategi koping yang diigunakan. 6. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga. Tahap perkembangan keluarga saat ini Sejauh mana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan sesuaii dengan tahap perkembangan saat ini. Riwayat keluarga inti mulai lahir hingga saat ini. Riwayat keluarga sebelumnya. 3.2 Diagnosa Keperawatan 1.Resiko terjadi cidera pada keluarga Bapak S khususnya Bapak S berhubungan dengan defisit sensori atau motorik. 2. Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya. 3.Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program Terapi 4. Kerusakan Interaksi Sosial pada keluarga Berhubungan Dengan Gangguan konsep diri pada anak autis. 1. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal. 3.3 Intervensi 1.Diagnosa 1: Resiko terjadi cidera pada keluarga Bapak S khususnya Bapak S berhubungan dengan defisit sensori atau motorik. Tujuan : Mencegah dan mengurangi resiko cedera Kritera hasil : Lansia dapat : Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko cidera Menyebutkan tujuan menggunakan tindakan keamanan untuk mencegah cidera Mempraktekan tindakan pencegahan cidera terpilih Intervensi : Kaji adanya faktor-faktor penyebab atau pendukung Gangguan penglihatan Pendengaran berkurang Sensitivitas sentuhan berkurang Hipotensi ortostatik Gaya berjalan tidak stabil Efek samping obat Faktor dari lingkungan yang berbahaya Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab atau pendukung, jika mungkin Gangguan penglihatan : beri penerangan cukup, Beritahu cara mengurangi silau, beri warna kontras yang sesuai untuk membedakan pandangan dan menghindari percampuran warna abu-abu dan biru. Gangguan pendengaran : gunakan alat bantu dengar jika memungkinkan Gaya berjalan yang tidak stabil : ajarkan alat bantu berjalan Efek samping obat : kaji efek samping obat yang mengakibatkan gangguan keseimbangan saat berjalan Faktor-faktor lingkungan yang berbahaya : jaga lantai rumah-kamar mandi agar tidak licin, menata perabot untuk memudahkan berjalan, beri pegangan pada dinding-kamar mandi untuk membantu berjalan, memodifikasi kamar mandi-WC dengan jenis pancuran dan WC duduk. 2. Diagnosa 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya. Tujuan : Dalam waktu 1 jam, orang tua ( ibu ) dapat menerima keadaan putranya. Kriteria : Ibu tidak tampak cemas, ibu dapat menguraikan hal-hal yang positip yang dapat dikembangkan yang berkaitan dengan keadaan anaknya seperti mau melatih anaknya dirumah, mengajak anak bermain, setuju untuk melakukan suatu pemeriksaan yang lengkap yang dianjurkan pihak medis dalam penanganan masalah kemampuan bicara anaknya Intervensi : a. Terangkan bahwa anak mengalami keterlambatan perkembangan bicara dan dapat di perbaiki secara maksimal dalam batas waktu tertentu dengan usaha yang keras. R/ Peningkatan pemahaman dan kesadaran orangtua untuk bisa menerima keadaan anaknya dan menggali koping yang positip terhadap kemampuan yang ada pada anaknya. b.Dorong keluarga untuk mau melakukan pemeriksan yang lengkap terhadap gangguan perkembangan bicara yang di alami anaknya R/ Membantu di dalam proses penegakan penyebab gangguan yang lebih pasti dan mempercepat proses penanganan yang lebih cepat dan tepat. c. Support keluarga dalam melakukan stimulasi pada anak R/ : Meningkatkan harapan dan kemauan keluarga dalam melakukan stimulasi. d. Kuatkan koping keluarga dalam menerima kondisi anak. R/ Meningkatkan penerimaan keluarga terhadap kondisi anak. 3. Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi. d. Tujuan : pasien dan keluarga dapat meliputi pengetahuan mengenai e. osteoporosis dan program tindakan, pengurangan nyeri, perbaikan pengosongan usus dan tidak ada fraktur tambahan. Intervensi : 1. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis. 2. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai. 3. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang. 5. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis. 5. Anjurkan pada untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis. 6. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal. 7.Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari. 8. Kasur harus padat dan tidak lentur. 9. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot. 10. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot. 11. Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir. 12. Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari tempat tidur, 13. pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara 14. Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif. 15. Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh. 16. Anjurkan untuk Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik. 17. Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat beban lama. 18. Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D. 4. Diagnosa 4 : Kerusakan Interaksi Sosial pada keluarga Berhubungan Dengan Gangguan konsep diri pada anak autis. Kriteria hasil : adanya sifat responsif terhadap atau minat pada orang-orang,, kepercayaan pada seorang pemberi perawatan, kontak mata dan sifat responsif pada wajah, adanya kemampuan untuk mengembangkan kerjasama dalam bermain dan persahabatan dengan teman sebaya. Tujuan Pasien akan memulai interaksi-interaksi sosial (fisik, verbal, nonverbal dengan pemberian perawatan saat pulang. Intervensi dengan Rasional Tertentu 1. Berfungsi dalam hubungan satu per satu dengan anak. Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan. 2.Berikan anak benda-benda yang dikenal (mis., mainan-mainan kesukaan, selimut). Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak mersa distres. 3. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika pasien berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Karakteristik-karakteristik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling mempercayai. 4. Lakukan dengan perlahan. Jangan memaksakan melakukan interaksi-interaksi. Mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata. Perkenalkan secara berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman, pelukan. Pasien autistik dapat merasa terancam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien tidak terbiasa. 5. Dengan kehadiran Anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain di lingkungannya. Kehadiran seseorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya, memberikan rasa aman. 6. Diagnosa 5 : Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal. Intervensi : • Berikan nutrisi yang memadai • Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin • Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down • Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak • Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas sehari- hari. 3.4 Implementasi Dx 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya. 1. Melatih anak untuk mengucapkan kata sederhana ( “mama” “papa” ). 2. Menganjurkan ibu untuk selalu melatih anak bicara dan memancing anak untuk 3. menyebut benda atau warna yang diinginkan. 4.. Mendiskusikan upaya orang tua melatih anak berkomunikasi : ibu selalu mengajarkan anak menyebut benda di rumah. 5.Menyarankan ibu untuk sabar dan rajin dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap anaknya. Dx 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi. 1. Memberikan diet atau suplemen kalsium yang memadai 2.Memberikan pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat 3. Melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif. 3.5 Evaluasi Dx 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya. • Dorong orang tua untuk terus melatih anaknya dirumah baik secara verbal atau dengan alternatif lain seperti menggambar, menulis pesan di kertas dengan mudah di mengerti • Ibu mengungkapkan mengerti keadaan anaknya, ibu mengungkapkan akan selalu melatih kemampuan bicara anaknya • Ibu tampak tenang. • Ibu mulai menerima dan mengerti apa yang harus dilakukan demi perkembangan anaknya. • Anjurkan ibu untuk tetap sabar di dalam penanganan anaknya. Dx 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi. 1. Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya. o Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang o Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi o Meningkatkan tingkat latihan o Gunakan terapi hormon yang diresepkan o Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran 2. Mendapatkan peredaan nyeri o Mengalami redanya nyeri saat beristirahat o Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari o Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur 3. Menunjukkan pengosongan usus yang normal o Bising usus aktif o Gerakan usus teratur 4. Tidak mengalami fraktur baru o Mempertahankan postur yang bagus o Mempegunakan mekanika tubuh yang baik o Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D o Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari) o Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari o Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah o Menciptakan lingkungan rumah yang aman o Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan. Dx 5 : Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal. 1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga anak mendapat nutrisi yang cukup dan adekuat 2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin 3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik 4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat 5. menjalin hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketegantungan .Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah tertib dan teratur, proses yang dapat diprediksi dari embriyo dan berlanjut sampai meninggal. Masalah yang sering terjadi dalam tumbuh kembang meliputi; Gangguan bicara pada anak-anak, autis pada anak, kenakalan remaja, osteoporosis pda dewasa dan gangguan pnglihatan dan pendengaran pada lansia. 4.2 Saran Lakukan hal yang terbaik buat keluarga kita, jika ada yang mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya, berilah support sehingga dia tidak merasa kecil hati. DAFTAR PUSTAKA Wiyono. Joko, ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA, Buntara Media, 2005. Stanhope. Marcia, PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT, 2008.

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL dengan HIPERTENSI/ PREEKLAMSIA


ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL dengan HIPERTENSI/ PREEKLAMSIA KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Reproduksi 2 Semester VI Tahun Ajaran 2012. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami mohon mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan sempurna. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI tahun 2003), dan penurunannya yang lambat merupakan masalah prioritas yang belum selesai. Sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2010 adalah 125 per 100.000 kelahiran hidup. Penanganan masalah ini tidaklah mudah, karena faktor yang melatar belakangi kematian ibu dan bayi baru lahir sangat kompleks. Penyakit kematian ibu terbanyak (90%) disebabkan oleh komplikasi obstetri; yaitu, perdarahan, infeksi dan eklamsi. Di Indonesia, pre eklamsi dan eklamsi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi . Tekanan darah tinggi pada ibu hamil menimbulkan dampak bervariasi. Mulai dari yang ringan hingga berat. Misalnya mengganggu organ ginjal ibu hamil, menyebabkan rendahnya berat badan bayi ketika lahir, dan melahirkan sebelum waktunya. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. Sudah pasti ini akan mengurangi suplai oksigen dan amakanan bagi bayi. Akibatnya, perkembangan bayi pun jadi lambat, dan memicu terjadinya persalinan dini. Lebih fatal lagi, penyakit ini bisa menyebabkan lepasnya jaringan plasenta secara tiba-tiba dari uterus sebelum waktunya. Pre eklamsi berakibat fatal jika tidak segera ditindak. Ia merusak plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir dalam keadaan tidak bernyawa, atau lahir prematur, penyakit ini juga membahayakan ginjal ibu hamil. Pada beberapa kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma. Pre eklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan .Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal. Frekuensi pre eklamsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya ; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre eklamsi lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya pre eklamsi .Angka kejadian Pre eklamsi di dunia sebesar 0-13 % di Singapura 0,13-6,6% sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%. Dari penelitian Soejoenoes di 12 rumah sakit rujukan pada 1980 dengan jumlah sample 19.506, didapatkan kasus pre-eklamsi 4,78 %, kasus eklamsia 0,51% dan angka kematian perinatal 10,88 perseribu. Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes pada 1983 di 12 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian Pre-eklamsia dan eklamsia 5,30 % dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9) kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal .Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6 % dari seluruh kehamilan, dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya pre-eklamsi adalah molahidatidosa, diabetes mellitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun. AKI Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 berdasarkan hasil survei kesehatan daerah sebesar 55,22 per 100.000 kelahiran hidup. Urutan penyebab kematian ibu dari yang terbanyaadalah perdarahan sesudah persalinan, pre eklamsi dan eklamsi, perdarahan sebelum persalinan, dan infeksi 1.2 RUMUSAN MASALAH a) Apakah definisi Preeklamsia ? b) Bagaimanakah etiologi Preeklamsia ? c) Bagaimanakah Klasifikasi Preeklamsia ? d) Bagaimanakah patofisiologi Preeklamsia ? e) Apakah Komplikasi pada Preeklamsia ? f) Bagaimanakah manifestasi klinik Preeklamsia ? g) Bagaimanakah Pemeriksaan Penunjang pada Preeklamsia ? h) Bagaimanakah penatalaksanaan Preeklamsia ? i) Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan Preeklamsia ? 1.3 TUJUAN a) Untuk menjelaskan definisi Preeklamsia? b) Untuk menjelaskan etiologi terjadinya Preeklamsia? c) Untuk menjelaskan klasifikasi Preeklamsia ? d) Untuk menjelaskan patofisiologi Preeklamsia ? e) Untuk menjelaskan Komplikasi Preeklamsia ? f) Untuk menjelaskan Manifestasi klinik Preeklamsia ? g) Untuk menjelaskan pemeriksaan penunjang Preeklamsia ? h) Untuk menjelaskan penatalaksanaan Preeklamsia ? i) Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Preeklamsia ? BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Beberapa pengertian preeklamsia menurut para ahli : Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan ( Manuaba, 1998 ). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000) Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria (kamus saku kedokteran Dorland ). 2.2 ETIOLOGI Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor faktor tersebut antara lain, gizi buruk,kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim. 2.3 KLASIFIKASI Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut : Preeklampsia Ringan :  Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.  Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.  Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream. Preeklampsia Berat:  Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.  Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.  Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .  Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.  Terdapat edema paru dan sianosis. 2.4 PATOFISIOLOGI Tekanan Darah (TD > 40/190) Normal Hamil <20mgg Hamil >20mgg HT Kronik Superlimposed Preklamsia Kejang (-) Kejang (+) Preeklamsia Vasospasme pd p. darah Pengisisan darah diventrikel kiri Proses I : Cardiac output Areus Aorta/body reseptor/basoreseptor-Volum dari TD Merangsang Modulla Syistem syaraf simpatis Jantung Paru Pembuluh darah Gi tract Kulit Komposisi pembekuan Vasokontriksi HCL Keluar Syaraf simpatis darah Keringat Berlebih HR (berdebar) LAEDP Metabolisme Turun Paristaltik Kurangnya G. irama jantung Volume Cairan Aliran Turbelensi Kongesti Vena Akral dingin Acomodasi Timbul emboli Pulmonal Gas G. rasa nyaman Proses Pemindahan Perubahan Perfusi Gangguan Nyeri Cairan Karena Jaringan perifer Pemenuhan Perbedaan Tekanan Nutrisi Timbul odema// G. funsi aveoli G.eliminasi bowel 2.5 KOMPLIKASI Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:  Pada Ibu a. Eklampsia b. Solusio plasenta c. Pendarahan subkapsula hepar d. Kelainan pembekuan darah ( DIC ) e. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count ) f. Ablasio retina g. Gagal jantung hingga syok dan kematian.  Pada Janin a. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus b. Prematur c. Asfiksia neonatorum d. Kematian dalam uterus e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal 2.6 MANIFESTASI KLINIS  Pertambahan berat badan yang berlebihan  Edema  Hipertensi  Proteinuria  Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah 2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah 1. Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ) 2. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ) 3. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ) Urinalisis = Ditemukan protein dalam urine. Pemeriksaan Fungsi hati 1. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) 2. LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat 3. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul. 4. Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml ) 5. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l ) 6. Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ) Tes kimia darah = Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ) Radiologi Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit. Kardiotografi Diketahui denyut jantung janin bayi lemah. 2.8 PENATALAKSANAAN Tujuan utama penanganan adalah : Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia Hendaknya janin lahir hidup Trauma pada janin seminimal mungkin.  Pre-eklamsi ringan Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.  Pre-eklamsia berat Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu • Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut : Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan • Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu. Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu • Penderita dirawat inap Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi Berikan diit rendah garam dan tinggi protein Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam Syarat pemberian MgSO4 adalah: reflex patella positif; dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat • Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari • Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul intravena Lasix. • Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi.Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infuse tetes • Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan • Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri • Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum • Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea.  DIET Tujuan Diet o Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal o Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal o Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air o Mencapai keseimbangan nitrogen o Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal o Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan Syarat Diet o Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan atau diet sebelum hamil o Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu. o Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan) o Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh ganda. o Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi o Mineral cukup terutama kalsium dan kalium o Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien. o Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan Macam Diet Preeklampsia  Diet Preeklampsia I • Diberikan kepada pasien dengan preeklampsia berat • Makanan diberikan dalam bentuk cair, yg terdiri dari susu dan sari buah • Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan kekurangannya diberikan secara parental • Makanan ini kurang energi dan zat gizi karena itu hanya diberikan 1 – 2 hari  Diet Preeklampsia II • Sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau kepada pasien preeklampsia yg penyakitnya tdk begitu besar • Makanan berbentuk saring atau lunak. • Diberikan sebagai diet rendah garam I • Makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya  Diet Preeklampsia III • Sebagai makanan perpidahan dari diet preeklampsia II atau kepada pasien dengan preeklampsia ringan. • Makanan ini mengandung protein tinggi dan rendah garam . • Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa . • Jumlah energi hrs disesuaikan dengan kenaikan berat badan yg boleh lebih dari 1 kg per bulan .  Pencegahan Preeklampsia  Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.  Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi.  Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan. BAB III PEMBAHASAN 3.1 ASUHAN KEPERAWATAN  Pengumpulan data Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : 1. Identitas pasien Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden lebih tiga kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten. 2. Keluhan utama Pasien dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan berupa seperti sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat berkunang-kunang, pandangan mata kabur, proteinuria (protein dalam urin), peka terhadap cahaya, nyeri ulu hati. 3. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala (tidak hilang dengan analgesik biasa ), diplopia, nyeri abdomen atas (epigastrium), oliguria (<400 ml/ 24 jam)serta nokturia dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan apakah klien menderita diabetes, penyakit ginjal, rheumatoid arthritis, lupus atau skleroderma, perlu ditanyakan juga mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. 4. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti kronis hipertensi (tekanan darah tinggi sebelum hamil), Obesitas, ansietas, angina, dispnea, ortopnea, hematuria, nokturia dan sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih besar bila hamil dari pasangan yang sebelumnya menjadi bapak dari satu kehamilan yang menderita penyakit ini. Pasangan suami baru mengembalikan resiko ibu sama seperti primigravida. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi. 5. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab jantung hipertensi dalam kehamilannya. Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan kali 6. Riwayat psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. 7. Riwayat maternal Kehamilan ganda memiliki resiko lebih dari dua kali lipat. 8. Pengkajian sistem tubuh B1 (Breathing) Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis. B2 (Blood) Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu terdapat perubahan hemodinamik, perubahan volume darah berupa hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu waktu trombin menjadi memanjang. Yang paling khas adalah trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan lain seperti menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar , S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin. B3 (Brain) Lesi ini sering karena pecahnya pembuluh darah otak akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan dengan CT-Scan atau MRI. Otak dapat mengalami edema vasogenik dan hipoperfusi. Pemeriksaan EEG juga memperlihatkan adanya kelainan EEG terutama setelah kejang yang dapat bertahan dalam jangka waktu seminggu.Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur), epitaksis, kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral. B4 (Bladder) Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat diuretic juga perlu dikaji. Seperti pada glomerulopati lainnya terdapat peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Sebagian besar penelitian biopsy ginjal menunjukkan pembengkakan endotel kapiler glomerulus yang disebut endoteliosis kapiler glomerulus. Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar merupakan penyebab meningkatnya kadar enzim hati dalam serum. B5 (Bowel) Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, protein, tinggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, adanya edema. B6 (Bone) Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri dada, nyeri ulu hati. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural 3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi No. Dx Keperawatan Tujuan/K.H Intervensi Rasional 1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah) Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu. K.H: - Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 ) - Tanda-tanda vital :Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg Suhu : 36-37 C Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt 1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam. 2. Catat tingkat kesadaran pasien. 3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria ) 4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM 1. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH 2. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak 3. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang 4. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan 5. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang 2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin K.H: - DJJ ( + ) : 12-12-12 - Hasil NST : - Hasil USG normal 1. Monitor DJJ sesuai indikasi. 2. Kaji tentang pertumbuhan janin 3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun ) 4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM 5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST 1. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta 2. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR 3. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin 4. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin 5. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin 3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya K.H : - Ibu mengerti penyebab nyerinya - Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya 1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien 2. Jelaskan penyebab nyerinya 3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul 4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri 1. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya 2. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif 3. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi 4. untuk mengalihkan perhatian pasien 4. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang K.H: - Ibu tampak tenang -Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan -ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang 1. Kaji tingkat kecemasan ibu 2. Jelaskan mekanisme proses persalinan 3. gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif 4. Beri support system pada ibu 1. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa 2. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif 3. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif 4. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati BAB IV PENUTUP 4.1 SIMPULAN Preeklamsi berakibat fatal jika tidak segera ditindak. Ia merusak plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir dalam keadaan tidak bernyawa, atau lahir prematur, penyakit ini juga membahayakan ginjal ibu hamil. Pada beberapa kasus, bisa menyebabkan ibu hamil mengalami koma. Pre eklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan .Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal. 4.2 SARAN Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca. DAFTAR PUSTAKA Persis Mary Hamilton, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta R. Sulaeman Sastrawinata, (1981), Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung. ——(1995), Ilmu Penyakit Kandungan UPF Kandungan Dr.Soetomo. Surabaya

Jumat, 20 Mei 2011

DAFTAR KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN

DAFTAR KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
reyZ.Nupi_Nupi

1. http://www.4shared.com/document/Sj7LV6KL/ABORTUS.html
2. http://www.4shared.com/document/NtIEHedc/AML.html
3. http://www.4shared.com/document/jx3sYjqw/AMPUTASI.html
4. http://www.4shared.com/document/SfP4nMjD/ANEMIA.html
5. http://www.4shared.com/document/1kwiEHDr/ANGINA_PEKTORIS.html
6. http://www.4shared.com/document/egtKSG0e/ANTENATALCARE.html
7. http://www.4shared.com/document/BikODEfH/APENDIKSITIS.html
8. http://www.4shared.com/document/MuaA__H5/ARITMIA.html
9. http://www.4shared.com/document/Sy71W64L/ASFIKSIA_MEKONIUM.html
10. http://www.4shared.com/document/_-5KyQ0F/ASDVSD.html
11. http://www.4shared.com/document/9OPssgqE/ASMA_BRONCHIAL.html
12. http://www.4shared.com/document/NzcsE8Fb/ASUHAN_KEPERAWATAN_ATRESIA_ANI.html
13. http://www.4shared.com/document/pOfzsTro/BATU_GINJAL.html
14. http://www.4shared.com/document/kBRMTgfL/BATU_SALURAN_KENCING.html
15. http://www.4shared.com/document/vK-2Gl5X/BAYI_LAHIR_SEHAT.html
16. http://www.4shared.com/document/R6a0eC46/BBLR.html
17. http://www.4shared.com/document/j4mbcVBQ/BENIGN_PROSTATIC_HYPERPLASIA.html
18. http://www.4shared.com/document/WrWe4R83/BRONCHOPNEUMONIA.html
19. http://www.4shared.com/document/kM6LB6KG/BRONKIEKTASIS.html
20. http://www.4shared.com/document/FQ8a6QBO/BRONKOPNEUMONIA.html
21. http://www.4shared.com/document/6k8jW69L/CA_BULI.html
22. http://www.4shared.com/document/z2NINfKt/CA_MAMMAE.html
23. http://www.4shared.com/document/1ZfjeT9k/CA_COLON.html
24. http://www.4shared.com/document/8oJ_AuBa/CAMPAK_MORBILI.html
25. http://www.4shared.com/document/-Sfpbnpk/CARETI.html
26. http://www.4shared.com/document/ZNP6_fQz/CARSINOMA_PARU.html
27. http://www.4shared.com/document/Q6CPZYLM/CEDERA_OTAK_BERAT.html
28. http://www.4shared.com/document/-yNeBLSq/CEDERAKEPALA.html
29. http://www.4shared.com/document/e0E7rtkU/CHEST_PAIN.html
30. http://www.4shared.com/document/Irj73nQx/CISTOMAOVARII.html
31. http://www.4shared.com/document/UdEDdZIQ/COMBUSTIO_LUKA_BAKAR.html
32. http://www.4shared.com/document/5BNxzvbq/CRADLE_CAP.html
33. http://www.4shared.com/document/BpM4dLPk/DECOMPENSASI_CORDIS.html
34. http://www.4shared.com/document/i7myUErL/DELIREUM.html
35. http://www.4shared.com/document/eSzh6rDy/CTEV__CONGENITAL_TALIPES_EQUIN.html
36. http://www.4shared.com/document/4njqYDFw/DELIRIUM.html
37. http://www.4shared.com/document/0Y02Qize/DEMAM_BERDARAH_DENGUE.html
38. http://www.4shared.com/document/7sUochFQ/DEMAM_LINGSANG.html
39. http://www.4shared.com/document/1Pu6Oa6d/DHF.html
40. http://www.4shared.com/document/nJKiMKDd/DIABETES_MELLITUS.html
41. http://www.4shared.com/document/BRoEh_IR/DIABETESMELITUS.html
42. http://www.4shared.com/document/gjEF-stP/DIARE_ANAK.html
43. http://www.4shared.com/document/8SXs2lq3/EFUSI_PLEURA.html
44. http://www.4shared.com/document/RXDX3YNN/EKSTRAKSIVACUM.html
45. http://www.4shared.com/document/I6ZKvOe_/CARDIOMYOPATHY.html
46. http://www.4shared.com/document/8FbtUpq1/ENDOKARDITIS.html
47. http://www.4shared.com/document/vbBSfIgB/ENSEFALITIS.html
48. http://www.4shared.com/document/NtmXyU3F/FARKTURHUMERUS.html
49. http://www.4shared.com/document/4bl0eE4A/FISJANTUNG.html
50. http://www.4shared.com/document/giFged9Q/FRAKTUR.html
51. http://www.4shared.com/document/1JywybXp/FRAKTUR_FREMUR.html
52. http://www.4shared.com/document/08HCUNs1/EMPHIEMA.html
53. http://www.4shared.com/document/ZMFohdVR/FRAKTURMANDIBULA.html
54. http://www.4shared.com/document/2V-o4k_N/GAGAL_GINJAL_AKUT_DAN_KRONIS.html
55. http://www.4shared.com/document/IOKtxuG_/GAGAL_JANTUNG.html
56. http://www.4shared.com/document/8nHoGh_X/FRAKTUR_CERVICAL.html
57. http://www.4shared.com/document/uYD3Os5J/GAGAL_JANTUNG_KONGESTIF_CHF.html
58. http://www.4shared.com/document/krnnGU-H/GAGAL_NAFAS_ANAK.html
59. http://www.4shared.com/document/WqaaqF7T/GANGGUAN_SISTEM_PERKEMIHAN.html
60. http://www.4shared.com/document/_SOGwLtp/GE_ANAK.html
61. http://www.4shared.com/document/Rd327iPi/GEGANTISME.html
62. http://www.4shared.com/document/wDl3cozA/GGK.html
63. http://www.4shared.com/document/tQfQK81c/GNA.html
64. http://www.4shared.com/document/LCO9r1ko/GOUT.html
65. http://www.4shared.com/document/0t1VDyhb/HEMATEMESIS_MELENA.html
66. http://www.4shared.com/document/dB7H_5Jz/HEMOROID.html
67. http://www.4shared.com/document/_5z6NbQt/HEPATITIS.html
68. http://www.4shared.com/document/2EevpSG9/HEPATITSC.html
69. http://www.4shared.com/document/xkvkAaEa/HEPATOMA.html
70. http://www.4shared.com/document/ic6-Oj7t/HERNIA.html
71. http://www.4shared.com/document/kmHTz3gW/HIDROCEPHALUS.html
72. http://www.4shared.com/document/-1CKsIuE/HIPERAKTIF.html
73. http://www.4shared.com/document/juMRNuMd/HIPERBILIRUBINEMIA.html
74. http://www.4shared.com/document/nbShbwnA/HIPEREMESIS_GRAVIDARUM.html
75. http://www.4shared.com/document/-MFV5shO/HIPERTENSI.html
76. http://www.4shared.com/document/hICoic_B/HIPERTENSIGRAVIDARUM.html
77. http://www.4shared.com/document/oV0llyU8/HIPOGLIKEMIA.html
78. http://www.4shared.com/document/LbfnpSU9/HODGKIN.html
79. http://www.4shared.com/document/LgJ9V3Q1/IKTERUS.html
80. http://www.4shared.com/document/QagaDClb/IMPETIGO.html
81. http://www.4shared.com/document/2m_8WQ6L/INFARK_MIOKARDIUM_AKUT.html
82. http://www.4shared.com/document/iFzesHCo/INFEKSI_SALURAN_KEMIH.html
83. http://www.4shared.com/document/VgvwmaX8/INTERVENSI_KEPERAWATAN_LANSIA.html
84. http://www.4shared.com/document/ZyYOHRfY/INTOKSIKASI_INSEKTISIDA_FOSFAT.html
85. http://www.4shared.com/document/Tg6dCz8q/INTUSUSEPSI.html
86. http://www.4shared.com/document/UOHytNHU/ISPA.html
87. http://www.4shared.com/document/SVXfu78U/JANTUNG_REMATIK.html
88. http://www.4shared.com/document/pXQBLvct/JOIQ.html
89. http://www.4shared.com/document/tIroqd_T/KANKER_ANAK.html
90. http://www.4shared.com/document/pSWAdlIQ/KARSINOMAVULVA.html
91. http://www.4shared.com/document/Qg-wykXF/KATETERCVP.html
92. http://www.4shared.com/document/f9P1u14o/KEPERAWATAN_ANAKPATENT_DUKTUS_.html
93. http://www.4shared.com/document/hjWU3kNN/KESEHATAN_LANSIA_INDONESIA.html
94. http://www.4shared.com/document/E78icQDA/KESEHATAN_MENTAL_LANSIA.html
95. http://www.4shared.com/document/yOtTTZg1/KISTA_COLEDOCAL.html
96. http://www.4shared.com/document/9pKi1Nn3/KOLEDOKO_BATU_EMPEDU.html
97. http://www.4shared.com/document/Nb-BsAsE/KONSEP_DASAR_PERAWATAN_LANSIA.html
98. http://www.4shared.com/document/GaVMIgvI/KWASHIORKOR.html
99. http://www.4shared.com/document/NGWg5knO/LEPTOSPIROSIS.html
100. http://www.4shared.com/document/rbEXoYxD/LETAKSUNGSANG.html
101. http://www.4shared.com/document/u9G68g6O/LEUKEMIA.html
102. http://www.4shared.com/document/L35GjPdm/MAKROSOMIA.html
103. http://www.4shared.com/document/hy4pUyFf/MARASMUS.html
104. http://www.4shared.com/document/-Qu2Ydz2/KESEHATAN_LANSIA.html
105. http://www.4shared.com/document/vaA9iX6l/MATERI_HEMOSTAS.html
106. http://www.4shared.com/document/dW4MYivg/MECONIUM_ASPIRATION_SYNDROME.html
107. http://www.4shared.com/document/Obt-wdBV/MIOMA.html
108. http://www.4shared.com/document/Xjw7iq67/MIOMA_UTERI.html
109. http://www.4shared.com/document/F96euP8o/MOLA_HIDATIDOSA.html
110. http://www.4shared.com/document/v5u7ZtQ2/MORBUS_BASEDOW.html
111. http://www.4shared.com/document/7y5X64xi/MULTIPEL_FRAKTUR.html
112. http://www.4shared.com/document/xkJquN_U/OBSTRUKSIUSUS.html
113. http://www.4shared.com/document/9smwM9qt/OSTREOARTRITIS.html
114. http://www.4shared.com/document/pD85P5ju/PATENT_DUCTUS_ARTERIOSUS.html
115. http://www.4shared.com/document/roCiLHnt/PAYAH_JANTUNG.html
116. http://www.4shared.com/document/AInk69Dy/PENGKAJIAN_PANTI_WERDHA.html
117. http://www.4shared.com/document/yWbM--uP/PENGKAJIAN_STATUS_MENTAL_LANSI.html
118. http://www.4shared.com/document/kQWWRQNK/PERIAPENDIKSINFILTAT.html
119. http://www.4shared.com/document/uW1Y9li5/PERITONI_SRUPTUR_HEPAR.html
120. http://www.4shared.com/document/rsimKC-c/PERSALINAN_NORMAL.html
121. http://www.4shared.com/document/Qy8wBjHq/PJBPDA.html
122. http://www.4shared.com/document/R4XIZkKM/PNEUMONIA_DAN_DIPTHERI.html
123. http://www.4shared.com/document/VODcMbCt/NYERI.html
124. http://www.4shared.com/document/6D4ns4E-/PLASENTA_PREVIAM.html
125. http://www.4shared.com/document/iqqOoIvD/POST_MATUR.html
126. http://www.4shared.com/document/1luGmJZS/POSTCLOSECOLOSTOMY.html
127. http://www.4shared.com/document/1geol_US/POSTPARTUM_MASA_NIFAS.html
128. http://www.4shared.com/document/9_ME5hd4/POSTPARTUMFIS.html
129. http://www.4shared.com/document/LrW2okzD/PPOM.html
130. http://www.4shared.com/document/9c3l6BE4/PREEKLAMPSIA.html
131. http://www.4shared.com/document/ow98FPQr/PREMATUR.html
132. http://www.4shared.com/document/seC4gHzl/PRIMIGRAVIDA.html
133. http://www.4shared.com/document/rPZf_6SP/PROSES_MENUA.html
134. http://www.4shared.com/document/_QLFFxJX/RMPKEP_ANAK.html
135. http://www.4shared.com/document/vrmdjnmm/RUPTUR_UTERI.html
136. http://www.4shared.com/document/6vLdzxmW/RESPIRATORI_DISTRESS_SINDROM.html
137. http://www.4shared.com/document/E4PLG00b/SC_PANGGUL_SEMPIT.html
138. http://www.4shared.com/document/gisQJcMI/SECTIOCAESARIA.html
139. http://www.4shared.com/document/DKuojdpS/SEPSIS.html
140. http://www.4shared.com/document/HPS9k1Am/SEROTINUSSC.html
141. http://www.4shared.com/document/Lz2wLlbZ/SINDROM_DOWN.html
142. http://www.4shared.com/document/kbJWVMNL/SIROSIS.html
143. http://www.4shared.com/document/2Udi5EnO/SLE.html
144. http://www.4shared.com/document/cyKibNnQ/SYNDROM_NEFROTIK.html
145. http://www.4shared.com/document/NHZFZAJM/SYOCK.html
146. http://www.4shared.com/document/QT6BMysd/TBC.html
147. http://www.4shared.com/document/1QnSvDgp/TERAPI_MODALITAS_LANSIA.html
148. http://www.4shared.com/document/xvslGs-H/TETRALOGI_OF_FALLOT.html
149. http://www.4shared.com/document/ocek7-TO/SPEECHDELAYED.html
150. http://www.4shared.com/document/n6ifjSm8/TBPARUANAK.html
151. http://www.4shared.com/document/5JGg_fTz/THALASEMIA.html
152. http://www.4shared.com/document/9Ces9-pP/TINGKAT_KESEHATAN_MASYARAKAT.html
153. http://www.4shared.com/document/fTIlHwoI/TETANUS.html
154. http://www.4shared.com/document/4_KJfxeR/TRAUMA_DADA.html
155. http://www.4shared.com/document/f9CmeH-k/TRAUMA_KEPALA.html
156. http://www.4shared.com/document/gSLCqNYT/TRAUMATUMPUL_ABDOMENT.html
157. http://www.4shared.com/document/o8erdVVQ/TUMBANG_BAHASA.html
158. http://www.4shared.com/document/KHRZSu4e/TUMBANG_PRESCHOOL.html
159. http://www.4shared.com/document/68kfISCc/TUMBANG_REMAJA.html
160. http://www.4shared.com/document/_VCO-Gvj/TUMBANG_TODDLER.html
161. http://www.4shared.com/document/AeCiZGTg/TUMBUH_KEMBANG_ANAK.html
162. http://www.4shared.com/document/Xtw3wtzV/TUMOR_PARU.html
163. http://www.4shared.com/document/roZGKQZI/VENTRIKEL_SEPTUM_DEFEK__VSD_.html

reyZ.Nupi_Nupi

Sabtu, 16 April 2011

Beberapa Dampak Buruk Masturbasi

Masturbasi bukan hanya aktivitas sebagian para lajang. Sejumlah pria atau wanita menikah ternyata juga melakukan aktivitas itu. Sehatkah?
Aktivitas 'melayani' diri sendiri memang memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan seperti membantu meningkatkan kualitas tidur, meredam stres, memperbaiki fungsi kekebalan tubuh, dan meningkatkan produksi endorfin.

Namun, di balik manfaatnya, masturbasi juga menyimpan efek negatif. Seperti dikutip dari laman Askmen, masturbasi yang tak dilakukan secara moderat bisa menyebabkan jerawat, kemandulan, kebutaan, hingga gangguan mental.

Ada baiknya mengetahui beberapa hal lain mengenai efek negatif masturbasi.

Ejakulasi Din
i
Terlalu sering masturbasi menyebabkan ejakulasi dini. Ejakulasi berikutnya juga akan memakan waktu lama. Bagi pria yang masturbasi beberapa kali sebelum berhubungan intim, akan sulit mencapai klimaks.

Masalah lain yang timbul adalah berkurangnya sensitivitas terhadap sentuhan orang lain, dan lebih akrab dengan sentuhan diri. Terlalu sering melakukannya juga dapat memicu kulit lecet, pembengkakan organ intim karena tidak menggunakan pelumas.

Rasa bersalah
Masturbasi berdampak negatif secara psikologis. Banyak orang merasa malu dan bersalah setelah melakukannya karena terbentur nilai-nilai budaya, agama atau moral.

Tarik menarik antara kesenangan dan menahan diri berdampak pada harga diri, rasa percaya diri dan cinta. Perasaan bersalah dapat memicu efek psikosomatis seperti sakit kepala, sakit punggung, dan sakit kronis.

Masturbasi kronis
Masturbasi kronis mempengaruhi otak dan kimia tubuh akibat kelebihan produksi hormon seks dan neurotransmiter. Meski dampaknya pada setiap orang berbeda, terlalu sering masturbasi dapat memicu gangguan kesehatan seperti kelelahan, nyeri panggul, testis sakit, atau rambut rontok.

Masturbasi berkaitan dengan berkurangnya produksi testosteron dan DHT. Berkurangnya produksi testosteron juga terkait dengan kebiasaan dan gaya hidup seperti konsumsi alkohol, merokok dan berolahraga.

Jika gaya hidup cenderung normal, namun memiliki kebiasaan masturbasi sebaiknya kurangi aktivitas seksual itu untuk mengurangi keluhan. Jika keluhan tak kunjung reda, hubungi dokter untuk pemeriksaan medis.

Masturbasi kompulsif

Masturbasi ini mempengaruhi kehidupan karena sudah menjadi kebiasaan. Sebagian pria yang masturbasi enam kali sehari bisa saja merasa produktif, sementara lainnya merasa sebaliknya.

Masturbasi kompulsif dapat berdampak negatif pada pekerjaan, hubungan dengan pasangan, harga diri, keuangan, dan sosial, jika tidak dapat menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan hasrat.

GIAT PERTAMA

MALAM pertama --sungguh-sungguh malam pertama-- adalah waktu yang amat menegangkan
bagi pasangan pengantin. Bagi wanita, ketegangan itu malah bisa dua kali lipat.

Tentu, masalahnya soal seks. Berikut kiat menghadapinya. Banyak curahan pengalaman malam pertama berisi kisah yang lucu, memalukan, sampai menjengkelkan. Tapi, sesungguhnya hal itu wajar, mengingat malam pertama adalah malam di saat seorang lelaki dan perempuan melepaskan rasa malunya, pasrah berserah-serah. Nah, ketika hasrat memuncak, kontrol diri yang masih lemah, "kesalahan-kesalahan" kecil acap menjadi begitu menyiksa. Mungkin ketergesaan, kekasaran, daya tahan, juga rasa sungkan.



Elizabeth Lloyd, penulis buku 52 Saturday Nights, mengatakan banyak kasus yang terjadi, dan menggagalkan kenikmatan berolahasmara, semata karena kesalahan kecil. Berikut beberapa sarannya: Bau Badan. Ingat, sebelum memasuki malam pertama, Anda dan suami seharian bergerak, melayani tamu, berulangkali berganti busana, berkeringat dan lelah. Nah, untuk tak menghambat percintaan dan gairah Anda, berusahalah mandi lagi sebelum naik ranjang, terutama untuk suami Anda.



Keringat lelaki memang lebih berwarna daripada wanita. Pakailah parfum untuk mejaga hal yang tak diinginkan. Berolahasmara di malam pertama, belum mulai saja sudah berkeringat, apalagi saat memasuki hal inti. Karena itu, jangan sampai gairah Anda padam, karena saat menciumi tubuhnya, hidung Anda menangkap aroma tak sedap di sekitar ketiaknya. Bau Mulut. Ini acap terjadi. Coba bayangkan, apa yang akan Anda lakukan, ketika sedang inginnya mengisap bibir pasangan Anda, mencium dan mengambil napasnya, malah udara tak segar yang terhirup. Tentu gairah Anda akan hilang, kan? Karena itu, hindarilah kemungkinan ini dengan mempersiapkan diri untuk mengantisipasinya. Solusinya adalah dengan selalu menyediakan permen rasa mint di sebelah ranjang. Jadi, ketika ia mulai melancarkan rayuan dan Anda tak mau kehilangan gairah karena bau mulutnya itu, maka pura-puralah seolah Anda tak percaya diri dan memerlukan permen itu. Jika ia melihat Anda makan permen, pasti ia akan mengerti maksud Anda dan ikutan makan permen pula.



Sadarkan dia dengan cara halus bila bau mulutnya sudah tak tertahankan lagi, misalnya dengan mengatakan "Sering juga sih, saya mencium bau bawang putih di napas kamu setiap habis makan. Saya juga begitu mungkin, ya?" kata-kata seperti ini seharusnya cukup membuatnya mengerti. Kalau dia tak mengerti juga? Katakan, "Napas kamu kok bau sekali, sih?!" hahhaa... Jangan, ini canda. Katakan padanya, kalau Anda akan lebih menikmati percintaan itu juga dapat saling "bertukar permen" dari mulut masing-masing. Jika dia nggak mengerti maksud Anda, tapi mau melakukannya (ingat, pasti ajakan ini amat menambah gairah, kan?), masalah bau mulut pun akan kelar. Gampangkan? Tergesa-gesa. Ini "penyakit" paling umum. Inginnya cepat, langsung ke acara inti. Maklum, "makanan" baru, halal lagi! Tapi, ingat, jangan sampai malah Anda yang tergesa-gesa, dan paling bergairah. Habislah! Jika dia terlalu bernafsu, biasanya memang begitu, mintalah sedikit sabar.



Jangan main robek atau tarik sekenanya, atau gigit, hisap, kulum serakusnya. Minta dia untuk tenang. "Seks dengan tenang itu lebih nikmat," katakan itu padanya. Tentu dengan kalimat yang lebih indah lagi, bukan sembarangan, malah nanti kesannya Anda sudah pengalaman. Malah bahaya! "Jika Mas terlalu terbu-buru, malah terlalu cepat "sampainya". Rugi kan?" Nah, kalimat ini bisa Anda pakai. Dijamin dia akan mengerti, dan mau "bermain" dengan memulai di wilayah yang kecil-kecil dulu, bertahab, mengombak, baru ke acara inti. Ketergesaan, kadang malah membuat bencana. Menimbulkan ketaksalingpengertian, juga "kerjasama" nikmat itu bisa tak tercapai. Terlalu tergesa-gesa, juga akan menyakitkan. Misalnya Anda belum begitu terangsang, dan suami ingin "tembak langsung" malah tak akan maksimal. Hasilnya, bisa mengecewakan. Nah, itu tips awal. Tips selanjutnya, yang kian "mendebarkan", Anda tunggu saja, ya?

Sabtu, 02 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK KARDIOGENIK

MAKALAH SISTEM KARDIOVASKULER

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SYOK KARDIOGENIK













Disusun oleh :
Sri retnaning noviana
Reza kurnia agung
Yeni supatmi
Prasetya Mei Anggara Putra


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apa definisi syok kardiogenik ?
b) Bagaimanakah etiologi syok kardiogenik ?
c) Bagimanakah patofisiologi syok kardiogenik ?
d) Bagimanakah manifestasi klinis syok kardiogenik ?
e) Bagimanakah komplikasi syok kardiogenik ?
f) Bagimanakah penatalaksanaan syok kardiogenik ?
1.3 TUJUAN
a) Untuk menjelaskan definisi syok kardiogenik ?
b) Untuk menjelaskan etiologi syok kardiogenik ?
c) Untuk menjelaskan patofisiologi syok kardiogenik ?
d) Untuk menjelaskan manifestasi klinis syok kardiogenik ?
e) Untuk menjelaskan komplikasi syok kardiogenik ?
f) Untuk menjelaskan penatalaksanaan syok kardiogenik ?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Syok Kardiogenik adalah ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism, berasal akibat gangguan fungsi pompa jantung.
2.2. Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat.
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
2.2 ETIOLOGI
a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark
b) Obat-obat yang mendepresi jantung
c) Gangguan irama jantung. Disebabkan oleh hormone,






2.3 PATOFISIOLOGI


















2.4 MANIFESTASI KLINIS
a) Tek. Pengisian ventrikel < 12 mmHG
b) Tek. Vena sentral < 10 mmH2O, disertai engan gelisah, keringat dingin dan takikardi napas meningkat
c) Prduksi urin < 20 ml/hari
d) Tek. Simbolik < 80 mmHG

2.5 KOMPLIKASI
a) Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan

2.6 PENATALAKSANAAN
a) Tindakan umum.
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b) Farmakoterapi.
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
c) Pompa Balon Intra Aorta.
Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.
d) Penatalaksanaan yang lain :
1) Istirahat
2) Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam.
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4) Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi pernapasan.
6) Pemberian oksigen.
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a) Aktivitas / istirahat :
Gejala : iskemia, anemia, infeksi, emboli paru, kelebihan cairan.
Tanda : lemas, pucat, letih
b) Sirkulasi :
Gejala : riwayat syok kardiogenik dan sebelumnya pernah mengalami penyakit infark miokard, angina, atau gagal jantung kongastif
Tanda : gagal memompa, penurunan aliran vena, frekuensi jantung, frekuensi nadi, bunyi napas, bunyi jantung, irama jantung.
c) Integritas Ego :
Gejala ; takut, stres b.d penyakit/ kepribadian
Tanda : berbagai manifestasi prilaku, mis takut, marah
d) Eliminasi :
Gejala : Periksa urine, warna, bau
e) Makanan / cairan :
Gejala : -Kehilangan nafsu makan
- mual munta
Tanda : - Distensi abdomen
- oedem
f) Hygiene
Gejala : - Keletihan / lekemahan,selama aktifitas perawatan diri.
Tanda : - perawatan menandakan perawatan profesional
g) Neurosensori
Gejala : - kelemahan
Tanda : - penurunan perilaku
h) Nyeri / Kenyamanan :
Gejala : - nyeri dada
- angina akut
Tanda : - tidak tenang
- gelisa
- perilaku melindungi diri
i) Pernapasan :
Gejala ; - Dipsnea saat aktifitas menggunakan alat-alat bantu untuk menggantikan jantung yang gagal
j) Keamanan
Gejala : - perubahan dalam fungsi mental
- kehilangan kekuatan
k) Interaksi sosial
Gejala : - penurunan keikutsertaan dlm aktifitas sosiak yang biasa dilakukan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
3) aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.

3.3 INTERVENSI

No Dx keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien menunjukkan tdk ada gejala distress pernafasan
-klien menunjukan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi ini adalah u/ memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan

3. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72 jam tanpa menimbulkan abnormalitas fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( misalnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 , yang akan menentukan kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.

2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas gejala gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang

7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 sampai 5 L/mnt 1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akibat sekunder dari penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah, frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan efek hipoksia / iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat menoleransi peningkatan beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen.foto thoraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.


BAB IV
PENUTUP


4.1 SIMPULAN
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain : Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang mendepresi jantung,gangguan irama jantung.
4.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apakah pengertian dari tetanus?
b) Apa etiologi dari tetanus?
c) Bagaimana patofisiologi dari tetanus?
d) Apa tanda dan gejala dari tetanus?
e) Bagaimana gambaran umum yang khas pada tetanus?
f) Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada tetanus?
g) Apa komplikasi pada tetanus?
h) Bagaimana prognosa dari tetanus?
i) Bagaimana pencegahan dari tetanus?
j) Bagaimana penatalaksanaan dari tetanus?
k) Bagaimana Askep pada pasien dengan tetanus?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:
a) Untuk menjelaskan Pengertian dari Tetanus
b) Untuk menjelaskan Etiologi dari Tetanus
c) Untuk menjelaskan Patofisiologi dari Tetanus
d) Untuk menjelaskan Tanda dan gejala dari Tetanus
e) Untuk menjelaskan Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
f) Untuk menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
g) Untuk menjelaskan Komplikasi pada Tetanus
h) Untuk menjelaskan Prognosa dari Tetanus
i) Untuk menjelaskan Pencegahan dari Tetanus
j) Untuk menjelaskan Penatalaksanaan pada Tetanus
k) Untuk menjelaskan Askep pada pasien dengan Tetanus









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN TETANUS
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
2.2 ETIOLOGI
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
a) Umur tua atau anak-anak
b) Luka yang dalam dan kotor
c) Belum terimunisasi

2.3 PATOFISIOLOGI
Adanya Luka

Kontaminasi dengan kuman clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum Otak Saraf otonom
Tulang belakang
Menempel pada mengenai saraf
cerebral gangliosides simpatis

tonus otot


Menjadi kaku kekakuan dan kejang keringat berlebih,
Khas pd tetanus hipertermi,
Hilangnya hipotermi, aritmia, keseimbangan takikardia
tonus otot
hipoksia berat

kekakuan otot oksigen di otak

kesadaran
GIT S. respirasi

absorbsi ganagguan pola
nafas
gangguan nutrisi
2.4 TANDA DAN GEJALA
a) Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari.
b) Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).
c) Kesukaran membuka mulut (trismus).
d) Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang.
e) Saat kejang tonik tampak risus sardonikus.
 Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
a) Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
b) Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
c) Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.
 Secara klinis, tetanus dibedakan atas :
a) Tetanus lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.
b) Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.
c) Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk.

2.5 Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1). Badan kaku dengan epistotonus
2). Tungkai dalam ekstensi
3). Lengan kaku dan tangan mengepal
4). Biasanya keasadaran tetap baik
5). Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a) Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b) Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
1) Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2) Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
3) Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.7 Komplikasi pada Tetanus
1) Bronkopneumoni
2) Asfiksia dan sianosis
2.8 Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
1) Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari).
2) Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun).
3) Frekuensi kejang yang sering.
4) Kenaikan suhu badan yang tinggi.
5) Pengobatan terlambat.
6) Periode trismus dan kejang yang semakin sering.
7) Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.
2.9 Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1) Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2) Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3) Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4) Pemberian anti tetanus serum.
2.10 Penatalaksanaan pada Tetanus
a) Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1) Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
2) Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3) Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4) Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5) Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6) Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7) Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8) Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9) Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10) Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11) Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
1) Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2) Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.














BAB III
PEMBAHASAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
a) Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi.
2. Identitas orang tua
a. Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
b. Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
3. Identitas sudara kandung.
4. Keluhan utama/alasan masuk RS.
5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
• Ante natal care
• Natal
• Post natal care
c. Riwayat kesehatan keluarga.
6. Riwayat imunisasi
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Pertumbuhan fisik
b. Perkembangan tiap tahap
8. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian asi
b. Susu Formula
c. Pemberian makanan tambahan
d. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat Psikososial
10. Riwayat Spiritual
11. Reaksi Hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap.
12. Aktifitas sehari-hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi BAB/BAK
d. Istirahat tidur
e. Olahraga
f. Personal Hygiene
g. Aktifitas/mobilitas fisik
h. Rekreasi
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
b. Tanda-tanda vital
c. Antropometri
d. Sistem pernafasan
e. Sistem Cardio Vaskuler
f. Sistem Pencernaan
g. Sistem Indra
h. Sistem muskulo skeletal
i. Sistem integument
j. Sistem Endokrin
k. Sistem perkemihan
l. Sistem reproduksi
m. Sistem imun
n. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
14. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial).
b. 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial).
15. Tes Diagnostik
16. Terapi

b) Diagnosa dan Intervensi
No. Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, status nutrisi klien dapat terpenuhi
Dengan kriteria hasil :
a) BB optimal.
b) Intake adekuat
1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh Observasi bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
2. Kolaboratif :
a) Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
b) Pemberian carian per IV line
c) Pemasangan NGT bila perlu Timbang berat badan sesuai protocol.
1. Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
2. Kolaboratif :
a) Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
b) Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c) NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obatSuplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola nafas teratur dan normal
Dengan kriteria hasil :
a) Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen.
b) Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit.
c) Tidak sianosis.
1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate.
2. Atur posisi luruskan jalan nafas.
3. Observasi tanda dan gejala sianosis.
4. Oksigenasi
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam.
6. Observasi timbulnya gagal nafas.
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
1. Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer.
4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, suhu tubuh klien normal.
Dengan kriteria hasil :
a) Suhu tubuh S36-37oC,
b) Hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman.
2. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate.
3. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam.
4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.
5. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.
6. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2. Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaustion.
3. Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam.
4. Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan





BAB IV
PENUTUP


4.1 SIMPULAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani. Etiologi tetanus disebabkan oleh bakteri clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Tanda dan gejala tetanus antara lain : a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari, ketegangan otot rahang dan leher (mendadak), kesukaran membuka mulut (trismus), kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang, dan saat kejang tonik tampak risus sardonikus. Gambaran umum yang khas pada tetanus antara lain : Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal, dan biasanya keasadaran tetap baik. Pemeriksaan diagnostic pada tetanus antara lain : Pemeriksaan fisik yaitu adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang, Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit, dan Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler. Pencegahan agar tidak terkena tetanus antara lain : Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat, dan Pemberian anti tetanus serum.

4.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca.




DAFTAR PUSTAKA


http://www.lenterabiru.com/2009/09/tetanus.htm, diakses pada tanggal 25 Oktober 2010, pukul 18.20 WIB
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan_9221.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2010, pukul 19.20 WIB




















MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIUOR 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS














Disusun oleh :
1. Prassetia Mei Anggara Putra
2. Sri Retnaning Noviana




PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini :
Ibu Nawang W, Dosen Mata Kuliah Sistem Neurobehaviour 1.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Neurobehaviour 1 Semester III Tahun Ajaran 2010.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami mohon mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan sempurna.
Akhirnya kami ucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Blitar, 28 Oktober 2010

Penyusun,