kumpulan makalanh, artikel dalam berbagi kesehatan.blogspot

Sabtu, 02 April 2011

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apakah pengertian dari tetanus?
b) Apa etiologi dari tetanus?
c) Bagaimana patofisiologi dari tetanus?
d) Apa tanda dan gejala dari tetanus?
e) Bagaimana gambaran umum yang khas pada tetanus?
f) Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada tetanus?
g) Apa komplikasi pada tetanus?
h) Bagaimana prognosa dari tetanus?
i) Bagaimana pencegahan dari tetanus?
j) Bagaimana penatalaksanaan dari tetanus?
k) Bagaimana Askep pada pasien dengan tetanus?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:
a) Untuk menjelaskan Pengertian dari Tetanus
b) Untuk menjelaskan Etiologi dari Tetanus
c) Untuk menjelaskan Patofisiologi dari Tetanus
d) Untuk menjelaskan Tanda dan gejala dari Tetanus
e) Untuk menjelaskan Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
f) Untuk menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
g) Untuk menjelaskan Komplikasi pada Tetanus
h) Untuk menjelaskan Prognosa dari Tetanus
i) Untuk menjelaskan Pencegahan dari Tetanus
j) Untuk menjelaskan Penatalaksanaan pada Tetanus
k) Untuk menjelaskan Askep pada pasien dengan Tetanus









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN TETANUS
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
2.2 ETIOLOGI
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
a) Umur tua atau anak-anak
b) Luka yang dalam dan kotor
c) Belum terimunisasi

2.3 PATOFISIOLOGI
Adanya Luka

Kontaminasi dengan kuman clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum Otak Saraf otonom
Tulang belakang
Menempel pada mengenai saraf
cerebral gangliosides simpatis

tonus otot


Menjadi kaku kekakuan dan kejang keringat berlebih,
Khas pd tetanus hipertermi,
Hilangnya hipotermi, aritmia, keseimbangan takikardia
tonus otot
hipoksia berat

kekakuan otot oksigen di otak

kesadaran
GIT S. respirasi

absorbsi ganagguan pola
nafas
gangguan nutrisi
2.4 TANDA DAN GEJALA
a) Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari.
b) Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).
c) Kesukaran membuka mulut (trismus).
d) Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang.
e) Saat kejang tonik tampak risus sardonikus.
 Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
a) Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
b) Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
c) Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.
 Secara klinis, tetanus dibedakan atas :
a) Tetanus lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.
b) Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.
c) Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk.

2.5 Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1). Badan kaku dengan epistotonus
2). Tungkai dalam ekstensi
3). Lengan kaku dan tangan mengepal
4). Biasanya keasadaran tetap baik
5). Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a) Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b) Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
1) Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2) Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
3) Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
2.7 Komplikasi pada Tetanus
1) Bronkopneumoni
2) Asfiksia dan sianosis
2.8 Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
1) Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari).
2) Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun).
3) Frekuensi kejang yang sering.
4) Kenaikan suhu badan yang tinggi.
5) Pengobatan terlambat.
6) Periode trismus dan kejang yang semakin sering.
7) Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.
2.9 Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1) Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2) Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3) Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4) Pemberian anti tetanus serum.
2.10 Penatalaksanaan pada Tetanus
a) Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1) Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
2) Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3) Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4) Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5) Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6) Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7) Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8) Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9) Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10) Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11) Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
1) Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2) Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.














BAB III
PEMBAHASAN

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
a) Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi.
2. Identitas orang tua
a. Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
b. Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
3. Identitas sudara kandung.
4. Keluhan utama/alasan masuk RS.
5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
• Ante natal care
• Natal
• Post natal care
c. Riwayat kesehatan keluarga.
6. Riwayat imunisasi
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Pertumbuhan fisik
b. Perkembangan tiap tahap
8. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian asi
b. Susu Formula
c. Pemberian makanan tambahan
d. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat Psikososial
10. Riwayat Spiritual
11. Reaksi Hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap.
12. Aktifitas sehari-hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi BAB/BAK
d. Istirahat tidur
e. Olahraga
f. Personal Hygiene
g. Aktifitas/mobilitas fisik
h. Rekreasi
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
b. Tanda-tanda vital
c. Antropometri
d. Sistem pernafasan
e. Sistem Cardio Vaskuler
f. Sistem Pencernaan
g. Sistem Indra
h. Sistem muskulo skeletal
i. Sistem integument
j. Sistem Endokrin
k. Sistem perkemihan
l. Sistem reproduksi
m. Sistem imun
n. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
14. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial).
b. 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial).
15. Tes Diagnostik
16. Terapi

b) Diagnosa dan Intervensi
No. Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, status nutrisi klien dapat terpenuhi
Dengan kriteria hasil :
a) BB optimal.
b) Intake adekuat
1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanabagi tubuh Observasi bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
2. Kolaboratif :
a) Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
b) Pemberian carian per IV line
c) Pemasangan NGT bila perlu Timbang berat badan sesuai protocol.
1. Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
2. Kolaboratif :
a) Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
b) Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c) NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obatSuplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola nafas teratur dan normal
Dengan kriteria hasil :
a) Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen.
b) Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit.
c) Tidak sianosis.
1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate.
2. Atur posisi luruskan jalan nafas.
3. Observasi tanda dan gejala sianosis.
4. Oksigenasi
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam.
6. Observasi timbulnya gagal nafas.
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
1. Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer.
4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, suhu tubuh klien normal.
Dengan kriteria hasil :
a) Suhu tubuh S36-37oC,
b) Hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman.
2. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate.
3. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam.
4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.
5. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.
6. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2. Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah syok exhaustion.
3. Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam.
4. Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan





BAB IV
PENUTUP


4.1 SIMPULAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani. Etiologi tetanus disebabkan oleh bakteri clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Tanda dan gejala tetanus antara lain : a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari, ketegangan otot rahang dan leher (mendadak), kesukaran membuka mulut (trismus), kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang, dan saat kejang tonik tampak risus sardonikus. Gambaran umum yang khas pada tetanus antara lain : Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal, dan biasanya keasadaran tetap baik. Pemeriksaan diagnostic pada tetanus antara lain : Pemeriksaan fisik yaitu adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang, Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit, dan Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler. Pencegahan agar tidak terkena tetanus antara lain : Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat, dan Pemberian anti tetanus serum.

4.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca.




DAFTAR PUSTAKA


http://www.lenterabiru.com/2009/09/tetanus.htm, diakses pada tanggal 25 Oktober 2010, pukul 18.20 WIB
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan_9221.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2010, pukul 19.20 WIB




















MAKALAH SISTEM NEUROBEHAVIUOR 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS














Disusun oleh :
1. Prassetia Mei Anggara Putra
2. Sri Retnaning Noviana




PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2010

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini :
Ibu Nawang W, Dosen Mata Kuliah Sistem Neurobehaviour 1.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Neurobehaviour 1 Semester III Tahun Ajaran 2010.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami mohon mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik dan sempurna.
Akhirnya kami ucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Blitar, 28 Oktober 2010

Penyusun,

Tidak ada komentar: